Penelitian menunjukkan bahwa perilaku bunuh diri merupakan resiko yang banyak terjadi akibat tindakan stimulasi otak dalam pada nukleus subtalamik bagi para penderita parkinson.
Dr. Giles Fenelon dan kawan-kawan dari CHU Henri Mandor, Prancis menyatakan bahwa meskipun insidensi depresi pada penyakit parkinson tinggi, namun secara keseluruhan 10 kali lebih rendah dibanding populasi umum. Meskipun demikian, muncul kekhawatiran akan tingginya frekuensi bunuh diri di antara pasien yang menjalani STN DBS (Subthalamic Nucleus Deep Brain Stimulation) pada penyakit parkinson tingkat lanjut.
Dalam penelitian yang dilakukan pada 200 penderita parkinson yang menjalani STN DBS, para peneliti menemukan 2 penderita bunuh diri, 4 penderita mencoba bunuh diri, tanpa tergantung usia, lama sakit, depresi preoperatif dan status kognitif.
Ditemukan adanya hubungan antara perilaku bunuh diri dengan depresi pasca operatif dengan peningkatan impulsivitas.
Para peneliti menekankan bahwa penelitian prospektif yang dilakukan pada 5025 penderita parkinson yang menjalani STN DBS, menunjukkan adanya tindakan dan upaya bunuh diri sebesar 0,4% dan 0,9%. Angka ini lebih tinggi daripada angka dalam populasi umum.
Perilaku bunuh diri juga telah dilaporkan terjadi pasca BDS palidal atau talamik pada penderita parkinson dan penyakit lainnya, seperti distonia. Hal ini menunjukkan bahwa induksi gangguan pada sirkuit ganglia basalis, terutama diduga pada komponen limbik dapat menimbulkan suasana hati dan keinginan untuk bunuh diri.
0 komentar:
Posting Komentar